How to Stop Overplanning (Even If You’re a Perfectionist) (Cara Menghentikan Overplanning.......)
	When done well, daily and weekly planning rituals can help you travel gracefully through life in a peaceful, intentional manner. But sometimes, overplanning your day-to-day activities can make you a neurotic, stressed-out person who feels like you would have been better off if you hadn’t planned anything in the first place.
	(Jika dilakukan dengan baik, ritual perencanaan harian dan mingguan dapat membantu Anda menjelajahi hidup dengan anggun dalam kedamaian dan kesengajaan. Namun terkadang, overplanning aktivitas sehari-hari Anda dapat membuat Anda menjadi orang yang neurotik dan stres yang merasa seharusnya lebih baik tidak merencanakan apa pun sejak awal.)
	In my work as a time coach and trainer, I’ve found that people experience planning stress when they don’t understand the role that spontaneity plays in the process of implementing their plans for the day. Instead of embracing change as part of the process, they get irritated at themselves or others whenever something doesn’t go exactly according to plan, such as a meeting running late or something taking longer to do than expected. They can also cause themselves and others stress when they refuse to move something forward because they don’t have the ideal amount of time to work on it. For example, when the three hours they had designated to work on a project gets shortened to one and a half hours, they may not even bother to start on it.
	(Dalam pekerjaan saya sebagai coach dan pelatih waktu, saya menemukan bahwa orang-orang mengalami stres perencanaan ketika mereka tidak memahami peran yang spontan dimainkan dalam proses penerapan rencana mereka untuk hari itu. Bukannya merengkuh perubahan sebagai bagian dari proses, mereka merasa kesal pada diri sendiri atau orang lain ketika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana, seperti rapat yang terlambat atau sesuatu yang perlu dilakukan lebih lama dari yang diharapkan. Mereka juga dapat menyebabkan diri mereka sendiri dan orang lain stres ketika mereka menolak untuk memajukan sesuatu (jadwal) karena mereka tidak memiliki jumlah waktu yang ideal untuk mengerjakannya. Sebagai contoh, ketika tiga jam yang telah mereka tetapkan untuk mengerjakan sebuah proyek dipersingkat menjadi satu setengah jam, mereka mungkin bahkan tidak peduli untuk memulainya.)
	The way to reap the benefits of daily and weekly planning without these unpleasant stressful side effects is to take a more relaxed approach. In How to Invest Your Time Like Money, I encourage people to use seven ways to achieve the effectiveness that’s only possible through planning, while retaining the happiness brought about by acceptance of and openness to any unexpected circumstances that might emerge:
	(Cara memetik manfaat dari perencanaan harian dan mingguan tanpa efek samping yang tidak menyenangkan adalah dengan mengambil pendekatan yang lebih santai. Dalam How to Invest Your Time Like Money, saya mendorong orang untuk menggunakan tujuh cara untuk mencapai keefektifan yang hanya mungkin melalui perencanaan, sambil mempertahankan kebahagiaan yang ditimbulkan oleh penerimaan dan keterbukaan terhadap keadaan tak terduga yang mungkin muncul:)
	1. Intention matters:You wouldn’t want to take a seat on a plane without knowing the intended destination because you could end up heading in the wrong direction. Similarly, the whole point of planning is that there’s a decision in advance about where you want to end up, and the proposed steps to get you there. Sure, pilots often need to adjust their flight path or even land if there are storms. But the fact that they had a specific end point in mind vastly increases the chances that passengers will end up in the right place. Similarly, you will have the best results when you set the course for your day. The next time something comes up that “messes up” your plans and you’re tempted to dismiss planning as irrelevant, remind yourself that your plan did help you set an initial trajectory and equip you to get to your desired destination eventually, even if you have to modify your course along the way.
	(Hal-hal yang penting: Anda tidak ingin duduk di pesawat tanpa mengetahui tujuan yang dimaksudkan karena bisa menuju ke arah yang salah. Serupa, inti perencanaan adalah bahwa ada keputusan sebelumnya tentang akhir yang diinginkan, dan langkah-langkah yang diusulkan untuk membawa Anda ke sana. Tentu, pilot sering perlu menyesuaikan jalur penerbangan mereka atau bahkan mendarat jika ada badai. Tetapi fakta bahwa mereka memiliki titik akhir spesifik dalam pikiran sangat meningkatkan kemungkinan bahwa penumpang akan berakhir di tempat yang tepat. Demikian pula, Anda akan mendapatkan hasil terbaik ketika Anda mengatur arah untuk hari Anda. Saat berikutnya muncul sesuatu yang "mengacaukan" rencana Anda dan Anda tergoda untuk mengabaikan perencanaan sebagai hal yang tidak relevan, ingatkan diri Anda bahwa rencana Anda memang membantu Anda menetapkan lintasan awal dan membekali Anda untuk mencapai tujuan yang Anda inginkan pada akhirnya, bahkan jika Anda harus memodifikasi arah Anda sepanjang jalan.)
	2. Redefine a 100% score:One of my coaching clients recently asked me if anyone ever gets 100% on following through on their plans. I told him that a 100% day is rare. For most people, a great day is when you accomplish 60-70% of what you had intended to get done. Later when I contemplated it more, I realized that a better answer would have been that a perfect score should be defined as having confidence that you made the right decisions about how you invested your time based on the data you had in advance on potential tasks, your overall priorities, and the circumstances that arose throughout the day. The best way to evaluate the day is to ask yourself: Did I make the best choices in how I invested my time today? Instead of: Did I do everything as planned?
	(Definisikan ulang skor 100%:Salah satu klien pelatihan saya baru-baru ini bertanya kepada saya apakah ada yang berhasil 100% mengikuti rencana mereka. Saya memberitahunya bahwa “hari 100%” jarang terjadi. Bagi kebanyakan orang, hari yang menyenangkan adalah ketika Anda mencapai 60-70% dari apa yang ingin Anda lakukan. Kemudian ketika saya merenungkannya lebih lanjut, saya menyadari bahwa jawaban yang lebih baik adalah bahwa skor sempurna harusnya didefinisikan sebagai memiliki keyakinan bahwa Anda membuat keputusan yang tepat tentang bagaimana Anda menginvestasikan waktu Anda berdasarkan data yang Anda miliki sebelumnya tentang tugas-tugas potensial, keseluruhan prioritas Anda, dan keadaan yang muncul sepanjang hari. Cara terbaik untuk mengevaluasi hari adalah dengan bertanya pada diri sendiri: Apakah saya membuat pilihan terbaik dalam investasi waktu hari ini? Daripada: Apakah saya melakukan semuanya sesuai rencana?)
	
	3. Don’t waste time obsessing about a perfect plan:There is no perfect plan. Even if there was a way to make one based on the current data, you can’t know what will come up unexpectedly, so you still can’t guarantee that your plans will be perfect. The goal of planning should be to get just the right level of clarity, so you know where you should focus your attention and how to evaluate opportunities that arise. I recommend setting a limit on how much time you invest in planning. For most individuals, an hour is the maximum time appropriate for weekly planning. Then daily planning should take 15 minutes tops, since you’re not re-evaluating all of your priorities, you’re only recalibrating your weekly plan.
	(Jangan buang waktu untuk terobsesi dengan rencana yang sempurna: Tidak ada rencana yang sempurna. Bahkan jika ada cara untuk membuatnya berdasarkan data saat ini, Anda tidak dapat mengetahui apa yang akan muncul secara tidak terduga, jadi Anda tetap tidak dapat menjamin bahwa rencana Anda akan sempurna. Tujuan perencanaan harusnya untuk mendapatkan tingkat kejelasan yang tepat, sehingga Anda tahu di mana Anda harus memfokuskan perhatian Anda dan bagaimana mengevaluasi peluang yang muncul. Saya sarankan untuk menetapkan batas berapa banyak waktu yang Anda investasikan dalam perencanaan. Bagi kebanyakan individu, satu jam adalah waktu maksimum yang sesuai untuk perencanaan mingguan. Maka perencanaan harian harusnya terlama 15 menit, karena Anda tidak mengevaluasi ulang semua prioritas Anda, hanya mengkalibrasi ulang rencana mingguan Anda.)
	
	4. Consider plans a road map: Your plan for the day, the week, or even the year, is a road map that gives you a sense of direction and a high-level overview of the various paths you could take. Just as you may find yourself on a detour and then need to turn back to your map to find the best way to continue on your journey, having a plan to come back to after an interruption gives you the insight you need to reroute your schedule. Throughout the day, I’m constantly looking back at my daily plan and saying, OK, based on how long that activity just took or on the fact that an important call came up, what’s most important now? You can do the same. Instead of reverting to checking e-mail after an unplanned meeting or phone call, go back to your daily plan and if necessary, move around items on your calendar or renumber your to-do list to give you clarity on what to do next.
	(Pertimbangkan merencanakan road map: Rencana Anda untuk hari, minggu, atau bahkan tahun, adalah peta (road map) yang memberi Anda rasa akan arah dan gambaran tingkat tinggi atas berbagai jalan yang bisa Anda ambil. Seperti Anda menyadari berada di jalan memutar, kemudian perlu kembali ke peta untuk menemukan cara terbaik untuk melanjutkan perjalanan Anda, memiliki rencana untuk kembali ke jalur Anda setelah gangguan memberi wawasan yang Anda butuhkan untuk merute ulang jadwal Anda. Sepanjang hari, saya terus-menerus melihat kembali rencana harian saya dan berkata, OK, berdasarkan butuh berapa lama aktivitas tersebut dilakukan atau fakta bahwa ada panggilan penting yang muncul, apa yang paling penting sekarang? Anda dapat melakukan hal yang sama. Daripada kembali ke pengecekan e-mail setelah rapat yang tidak direncanakan atau panggilan telepon, kembalilah ke rencana harian Anda dan jika perlu, pindahkan segala hal di kalender Anda atau buat penomoran ulang to-do list Anda untuk memberi Anda kejelasan tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya.)
	
	5. Expect the unexpected:One of the greatest powers of planning is that it gives you the ability to respond to the unexpected without experiencing massive stress. When you plan correctly, you’re looking ahead and moving along activities ahead of deadline. This then means that when something comes up that causes you to have to switch your plans, you can do so without it causing issues, because you planned to have margin. When you don’t plan, you end up being so close to the edge that anything going slightly off kilter can create major problems. To dramatically reduce stress, give yourself a personal goal to complete items at least one day, if not multiple days, ahead of a deadline. This gives you flexibility when an unexpected interruption comes up or when there’s a technology problem.
	(Harapkan hal yang tidak terduga: Salah satu kekuatan terbesar perencanaan adalah memberi Anda kemampuan untuk merespons hal-hal tak terduga tanpa mengalami tekanan besar. Ketika Anda merencanakan dengan benar, Anda melihat ke depan dan bergerak sesuai batas waktu aktivitas. Ini berarti bahwa ketika sesuatu muncul yang menyebabkan Anda harus mengalihkan rencana Anda, Anda dapat melakukannya tanpa menyebabkan masalah, karena Anda merencanakan margin/batas. Ketika Anda tidak berencana, Anda akan menjadi sangat dekat dengan tepi/batasnya sehingga segala sesuatu yang tidak teratur dapat menimbulkan masalah besar. Untuk mengurangi stres secara dramatis, beri diri Anda tujuan pribadi untuk menyelesaikan item setidaknya satu hari, bila tidak beberapa hari, sebelum tenggat waktu. Ini memberi Anda fleksibilitas ketika gangguan tak terduga muncul atau ketika ada masalah teknologi.)
	
	6. This is not a test:If your plans—and then the accuracy of their subsequent implementation—form the basis of your self worth, you’re on shaky ground. Although I wholeheartedly believe in intention and discipline, I also know that we can’t control life. We instead need to embrace it. When you find yourself becoming critical of what you did or didn’t do, stop and ask the questions, “What happened?” and “Is there anything I could do differently next time?” Then use your answers to those questions to inform your decisions moving forward.
	(Ini bukan ujian:Jika rencana Anda — kemudian keakuratan implementasi berikutnya — membentuk dasar dari harga diri Anda, Anda berada di tempat yang goyah. Meskipun saya dengan sepenuh hati percaya pada niat dan disiplin, saya juga tahu bahwa kita tidak dapat mengendalikan kehidupan. Kita malah harus menerimanya. Ketika menyadari diri Anda menjadi kritis terhadap apa yang Anda lakukan atau tidak lakukan, berhentilah dan ajukan pertanyaan, "Apa yang terjadi?" Dan "Apakah ada hal lain yang dapat saya lakukan secara berbeda lain kali?" Kemudian gunakan jawaban Anda atas pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk menginformasikan keputusan Anda bergerak maju.)
	
	7. Be open to creativity:I loved this insight that one of my clients shared with me recently. With his permission, I’m sharing it with you as I feel it’s a wonderful way to think about the interplay between intention and freedom:
	(Terbukalah terhadap kreativitas: Saya menyukai insight yang dibagikan salah satu klien kepada saya baru-baru ini. Dengan izinnya, saya membagikannya pada Anda karena saya merasa ini adalah cara yang bagus untuk memikirkan tentang interaksi antara niat dan kebebasan:)
	
	“I had some beautiful one-on-one time with my mom this week, where she was teaching me oil painting techniques. She shared how some artists sketch their scene before beginning, but she emphasized that a sketch on canvas is temporary—a guide only—which should not be too detailed, and is not to be strictly adhered to, as doing so can reduce a painter’s spontaneity and hinder creativity in the moment. I relate that lesson to managing my time, as well. I am starting to discover again what’s really important, what I want my life to look like and how to live life more fulfilled. Thank you for helping me realize that it’s my painting and I can paint it like I want it.”
	(“Saya menghabiskan waktu yang indah dengan ibu saya minggu ini, di mana dia mengajari saya teknik melukis cat minyak. Dia menceritakan bagaimana beberapa seniman membuat sketsa pandangan mereka sebelum memulai, tetapi dia menekankan bahwa sketsa di atas kanvas bersifat sementara — hanya panduan — yang tidak boleh terlalu detail, dan tidak harus dipatuhi secara ketat, karena hal itu dapat mengurangi spontanitas pelukis. dan menghalangi kreativitas saat ini. Saya menghubungkan pelajaran itu untuk mengatur waktu saya juga. Saya mulai menemukan lagi apa yang benar-benar penting, saya ingin hidup saya tampak seperti apa dan bagaimana menjalani hidup dengan lebih penuh. Terima kasih telah membantu saya menyadari bahwa itu adalah “lukisan” saya dan saya dapat melukisnya seperti yang saya inginkan. ”)
	So in short… relax. Breathe. Set your sails and then adjust with the currents and winds. Our safety and security doesn’t lie in our plans, but in our hearts. Life is to be lived and enjoyed, not just “done.”
	(Jadi singkatnya ... santai. Bernafaslah. Atur layar Anda dan kemudian sesuaikan dengan arus dan angin. Keselamatan dan keamanan kita tidak berada dalam rencana kita, tetapi di dalam hati kita. Hidup harus dijalani dan dinikmati, bukan hanya "diselesaikan".)
By: Elizabeth Grace Saunders - The Harvard Business Review
Untuk info pelatihan (training), jadwal pelatihan (training), managerial training, tempat pelatihan (training), training for trainers, dan pelatihan (training) programs lain, silakan hubungi kami, BusinessGrowth, lembaga training Indonesia terkemuka.
 
					